Setiap tahunnya, saya menulis sebuah 'goal' atau 'mantra' yang bisa saya gunakan dalam tahun tersebut. Acak aja sih sejujurnya, tetapi entah kenapa mantra tersebut selalu termanifestasikan entah bagaimana ceritanya (lagi-lagi, rahasia Tuhan).
Tahun ini temanya adalah 'To Let Go' dan 'If it means to be yours, it will be yours.'
Sialannya, tema ini benar-benar live up to its name. Selain putus dari pasangan yang sudah mau menikah, saya berhadapan dengan dua 'putus' lainnya: persahabatan.
Hadeeeeeh.
To Be Misunderstood is Humane
Tentu saja ada dua perspektif berbeda ketika masalah muncul. Saya merupakan tipe yang will fix everything jika ada masalah.
Tantangannya adalah: Apakah mereka mau untuk fix everything itu? Atau jangan-jangan mereka juga sudah punya perspektif sendiri yang tidak bisa diselesaikan?
Salah satu kawan beranggapan saya sengaja menjatuhkannya. Issue yang muncul adalah tiba-tiba koordinator panitia saya hanya menarik saya menjadi panitia, padahal dia sudah menjanjikan kami berdua untuk masuk.
Di luar kendali saya, jelas. Saya berusaha menjelaskannya kepada teman saya, tetapi ternyata juga seperti ini.
Misunderstood.
Yang kedua baru saja terjadi dan sejujurnya saya tidak tahu bagaimana cara menanggapinya. Sahabat saya tiba-tiba menarik diri. Ketika saya tanya mengapa, dia hanya berkata "Don't cross my boundaries".
Saya berusaha menyampaikan kesedihan saya karena dia menjauh, dan dia menganggap saya "Agresif".
Misunderstood.
Lagi dan lagi, ada kalanya kita tidak bisa menjelaskan hal yang kita mau dari sudut pandang orang lain.
Padahal pertanyaan "Apa yang kamu pikirkan" bisa menjadi sebuah jembatan, tetapi mungkin orang lain sudah memiliki perspektif tersendiri tentang kita.
Ya ampun...
Hingga akhirnya kawan penulis saya, Yosua Pirera, menjelaskan bahwa "Disalahpahami itu manusiawi."
Kalimat tersebut seolah menjadi penerang dari jalan hitam yang saya tempuh.
Disalahpahami itu menyebalkan, terlebih sebagai profesional yang tugasnya memahami orang.
Tapi yah, mungkin itu adalah cara paling manusiawi yang bisa dilakukan setiap orang dalam mempertahankan kehidupannya.
Seringkali Terus Bertanya, "Kenapa?"
Lagi dan lagi, seorang manusia bernama Marine ini terus-terusan bertanya, "Kenapa?"
Seolah mengakhiri kalimat dengan tanda tanya harus diikuti dengan jawaban yang berakhiran dengan tanda titik.
Namun memang, kadang kala semua pertanyaan tidak perlu dijawab.
Dan hanya waktu yang bisa menentukan jawabannya.
Saya belajar pada tahun ini bahwa "Waktunya Tuhan itu paling baik."
Saya bersyukur bisa berlabuh di pekerjaan yang menyenangkan, dan juga menikmati setiap detiknya.
Dan itu semua berbekal "Waktu Tuhan paling baik."
Jika saya menghadapi masalah pada titik ini, pastilah ada sesuatu di baliknya.
Kalimat "Ya sudahlah" menjadi salah satu pokok penting yang membuat pertanyaan-pertanyaan esensial seolah hanya penasaran yang tidak perlu untuk dipuaskan.
"Let Them Process, Let Us Process"
Di tengah pergolakan batin yang terus-menerus menggelayuti, kawan saya Kak Fifi melontarkan perspektif lain yang cukup membuka mata saya.
Diiringi soto hangat dan juga lampu remang, dia berkata, "Izinkan mereka berproses untuk memahami, dan sepertimu juga yang berproses. Siapa tahu kalian akan bertemu lagi dalam kondisi yang sudah berproses."
Huh, itu adalah perspektif yang cukup baru bagi saya. Saya merupakan tipe yang "Well, if they are coming, they will come." Kak Fifi menawarkan sudut pandang yang hangat dan bisa memfasilitasi bahwa memang pada dasarnya, semua akan berproses.
Mengizinkan berproses. Kalimat yang sangat kuat, karena kata 'mengizinkan' berarti kita yang memberikan waktu, kita yang di atas, dan juga kita yang mengasihi.
Bukan menunggu dan berharap, tetapi kita secara proaktif memberikan waktu tersebut.
Sejenak saya memproses, dan tanpa sadar, saya juga berproses untuk memberikan mereka waktu.
Mungkin memang benar, mereka membutuhkan waktu untuk berproses.
Pada Akhirnya, Mungkin Persahabatan Memang Ada Masanya
Toh pada akhirnya semua bisa saja berakhir, atau ini adalah sebuah gap antara season 1 dan season 2 yang akan muncul.
Saya belajar untuk tidak terlalu attach dengan beberapa hal yang muncul di sekitar saya. Ini adalah pembelajaran yang cukup sulit, terlebih bagi saya yang cukup empatik.
Namun pelan-pelan, saya kembalikan lagi kontrol kepada diri saya. "Mengizinkan" mereka berproses. "Mengizinkan" saya juga berproses.
"Mengizinkan" bahwa persahabatan ini berakhir, entah karena apa.
Bukan salahku, saya coba mengingat. Saya akan berproses, saya akan belajar, dan saya akan mencoba untuk menerima bahwa to be misunderstood is humane.
Saya pun juga refleksi apa yang bisa saya pelajari. Namun tentunya, hal yang paling saya pelajari adalah disalahpahami itu tidak apa-apa.
Saya akan tetap terbuka, dan saya akan tetap di sini.
Karena pada dasarnya....
"You know where to find me, okay?"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih telah berkunjung. Sila untuk bertandang kembali bilamana saya membalas :)