Langit biru melintas di atasnya. Rintik air hujan menguap menjadi awan putih membelah angkasa. Sore itu, tak seorang pun terkejut ketika seekor naga biru raksasa melintas di permadani biru raksasa; mengaum.
Eragon tergelak.
Ia merasa sangat lega ketika menatap kaum Varden bisa tersenyum bahagia, merawat anak-anaknya, serta memasak dengan puas setelah Feinster ditaklukkan. Pertarungan dengan Shade menguras energinya, tetapi Saphira dengan sisik gemilangnya selalu menenangkannya.
Kau takkan mati, ujar Saphira. Karena aku akan mati bersamamu dan kita akan hidup sekali lagi di sana.
Eragon hanya tersenyum. Dan jika kita hidup lagi maka kita akan mati lagi dan begitulah seterusnya! Ia tertawa sekali lagi, melegakan rasanya setelah semua ancaman musnah.
Ia tahu Galbatorix masih mengincarnya, dan Murtagh saudara tirinya masih berada dalam cengkraman raja zalim tersebut. Eragon sangat menginginkan dirinya dan Murtagh mengendarai naga bersama di langit sore seperti ini; tetapi mustahil.
Hentikan Eragon. Saphira mengerang karena benaknya dipenuhi kebimbangan Eragon. Ini takkan berakhir sebelum akhirnya kau menyelamatkan Murtagh. Tetapi hidupmu bukan hanya untuk itu. Lihatlah ke sebelah kananmu!
Eragon pun menoleh ke sisi bawah-kanannya. Terlihat wanita Varden berkumpul dan merawat bayi masing-masing. Ia tak melihat Elaine maupun Gertrude. Mungkin masyarakat Palancar sedang berpesta sendiri.
Kau tahu maksudku?
Aku tidak mengerti. Wanita yang berkumpul?
Saphira mendengus. Ia melipat sayapnya untuk meluncur ke udara yang lebih hangat, dan melebarkannya lagi agar tetap melayang. Makhluk kecil, kau adalah penunggang sekarang. Kau tak bisa memaksakan kehendakmu untuk menyelamatkan Murtagh. Jika membunuh Murtagh adalah satu-satunya jalan untuk kesejahteraan Varden, maka lakukanlah.
Tetapi Murtagh saudaraku! Aku juga tak mau terikat dengan suatu kelompok dengan mengorbankan kebahagiaanku!
Apakah kau bahagia ketika kau menyelamatkan Murtagh dan Thorn sementara wanita-wanita itu tewas untuk melindungi bayinya saat Galbatorix menghanguskan tenda mereka? Tidak, Eragon. Kau harus bijaksana.
Eragon terdiam. Ia menguburkan wajahnya ke sisik-sisik naga biru itu. “Aku tak tahu.” ucapnya.
Saphira membiarkan dirinya melayang malas dengan mengepakkan sayap sesekali; membiarkan Eragon tenggelam dalam renungannya. Makhluk kecil, kau juga tak perlu membunuh saudaramu.
Saudara tiri, tegas Eragon.
Saphira mendengus sekali lagi. Apapun itu. Jika memungkinkan, kau juga bisa menyelamatkannya. Aku hanya tak ingin kau terobsesi dengan impianmu dan mengorbankan seluruh dukungan Varden dan Orrin dan kurcaci bahkan Urgal. Aku ingin kau hanya berpikir bagaimana kita membunuh Galbatorix dan hidup kita yang damai seusai kita menyelesaikan semua ini. Saphira mendengkur.
Eragon tersenyum. Jawaban Saphira menenangkan hatinya. Kau benar. Ia tertawa. Ketika kita datang, Galbatorix akan terkencing-kencing hingga Shruikan pun mengkeret melihat betapa besarnya kekuatan kita berdua!
Bersama semua! ralat Saphira.
Eragon tak peduli, ia berteriak sekencang-kencangnya, membelah cakrawala. Disusul semburan api Saphira, mereka melesat menuju entah kemana. Ke udara. Ke langit. Ke tempat dimana kebebasan menanti mereka. Meninggalkan bunga api yang disambut sorakan para Varden yang menanti datangnya hari baru.
Bersama, Eragon tak pernah ragu mereka akan kalah.
About Me

Marine.
Penulis paruh waktu.
Pecinta gerimis pagi hari serta penggemar teh dan air putih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih telah berkunjung. Sila untuk bertandang kembali bilamana saya membalas :)