Lucu. Saya baru menyadari bahwa Tuhan itu interaktif. Semua tahu Ia adalah yang Maha Mendengar dan tuli adalah salah satu sifat mustahilnya. Semua tahu.
Tapi disitulah point yang orang hanya sekedar "Ya, ya" saat pelajaran agama dan akhirnya terlupakan.
Di saat meminta bantuan, semua mengemis padaNya. Tetapi di saat bahagia semua lupa dan malah memamerkan keberhasilannya pada makhluk-makhluk fana lainnya. Dan di lain kesempatan di saat Tuhan menjawab doa doa mereka dengan tanda tanya besar, manusia tak punya waktu untuk menunggu dan bersabar, mereka malah berhenti berharap dan memakiNya.
Bukan, Tuhan bukan vending machine yang ketika kita memasukkan uang kita, akan keluar langsung apa yang kita butuhkan.
Saya menemukan alasan mengapa anak kecil bisa begitu mudahnya bahagia.
Satu, karena keinginan keinginan mereka yang simpel. Es krim rasa strawberry, permen karet yang bungkusnya biru, serta play doh warna warni kalau boleh sekalian sama tools nya ya. Hal hal yang segitu remehnya bagi orang dewasa bisa begitu menyenangkan bagi mereka.
Kedua, tak ada yang mereka percayai saat itu lebih dari mereka mempercayai Tuhan. Mereka percaya "Kalau mereka berdoa dengan sungguh sungguh pasti dikabulkan. Pulang ngaji, di rumah sholat maghrib, kemudian berdoa "Saya ingin es degannya Mak Nah, kabulkan permohonanku Yaa Allah." Tidak peduli cercaan orang dewasa yang terus berkata bahwa "Lagi gak musim kelapa" atau "Mak Nah lagi sakit" bla bla bla. Mereka akan terus berdoa sampai keinginan mereka tercapai, dan kemudian mengucapkan syukur kepadaNya.
Keras kepala? Mungkin iya, berhubung masa kecil saya seperti itu (bahkan harus saya akui kalau sampai sekarang pun saya masih keras kepala, dalam berbagai hal) tetapi saya yakin hampir semuanya setuju dan mengakui pernah mengalami masa masa itu.
Mereka tak pernah patah semangat. Ya, inilah yang membedakan mereka dengan beberapa orang dewasa ini yang perlahan mulai kehilangan sosok Tuhannya. Terlalu mudah dipengaruhi oleh faktor faktor di dunia ini. Bujukan bujukan orang yang dengan mudahnya mereka percayai, mengakibatkan pupusnya harapan dari doa doa yang mereka panjatkan kepadaNya. Dipaksa menelan logika, padahal justru karena Tuhan lah kita mengharapkan keajaiban dari yang tidak mungkin. Karena Beliau lah sang Maha Yang Mungkin Terjadi. Kun faya kun. Beliau bukannya tidak menjawab, hanya membiarkan makhluknya mempersiapkan diri agar siap menerima keajaiban itu.
Tetapi mereka menganggapnya lain, menganggap Tuhan jahat, tidak mengabulkan permohonannya, kemudian meratapi hidupnya yang ekuivalen dengan tidak terima dengan apa yang Tuhan telah anugerahkan kepadanya.
Tuhan bukan vending machine, sekali lagi. Tuhan lebih dari itu. Dia lah Sang Maha Pencipta, menciptakan vending machine itu sendiri yang tidak lain adalah seluruh insan manusia. Dia memasukkan uang uang jiwa ke dalam tubuh kita, dan tugas kita adalah memproses uang itu dalam tubuh kita agar kita bisa menghasilkan sesuai dengan tujuan uang itu dimasukkan. Dia selalu mengawasi kita, membimbing. Dimulai dari mengenali siapa diri kita dan apa tujuan uang itu dimasukkan, disusul oleh mempelajari bagaimana proses transformasi uang itu menjadi barang, dan akhirnya ketika kita tidak lagi memiliki kewajiban apapun di dunia ini, menghidangkan barang tersebut kembali kepadaNya.