To Enjoy While It Lasts

Aneh. Setelah sekian lama menjalani sebuah 'relasi pertemanan' yang dibangun di atas jijik, keengganan, dan gengsi tak beradab,

Aku seakan menemukanmu.

Sebuah kebetulan, kau percayakah?
Tidak, bukan sebuah kebetulan.
Adalah sebuah rasa dan afeksi, membentur semua dinding dimensi, infinity, dark matter dan dark energy yang memaksa seluruh postulat dalam hukum fisika sepakat

Bahwa perasaan takkan terikat oleh hukum kemutlakan waktu.

Kukira awalnya kau akan sama seperti dulu, seperti apa yang dulu kucintai dan apa yang dulu kubenci hanya dalam hitungan jemari. Sebuah perasaan was-was akan dibenci, bukankah semua orang sama?

Tetapi kau mulai merangkai sebuah portal. Membuka hati. Membuka apa yang disebut solar plexus dalam cipta sastra dan menyalakannya dalam selaput transparan yang bernama 'visi'.

Semua terjadi begitu cepat - HAP! - dan seakan kita berdua sepakat atas gemilang citra elektrik yang melesat di antara kita - satu lawan satu - dan membungkamnya dalam bisu; takut jika elektron kehilangan keterikatannya dan semua energi yang kita dapat menguap sia-sia.

Dalam satu kesempatan yang nyata itu aku bergurau, sekedar bersapa, namun kau dan aku saling bertatapan, berpandangan, dan dalam lapisan skleroid dan iris yang bersinggungan pun terangkai rindu dan ingin berkata 'Terima Kasih'. Sebuah momen sepersekian mikron, jauh dalam lubuk frontalis yang sanggup mencerna apa yang terjadi. Namun amigdala sudah memahami, mengangguk tersenyum tipis atas kepolosan dua persona,

Yang pernah mencinta, dan benci melanda
Namun saling memahami bahwa rindu adalah kemutlakan postulat akan kekekalan terhadap waktu.


2 komentar:

Terima kasih telah berkunjung. Sila untuk bertandang kembali bilamana saya membalas :)