Walk Off The Earth: Bercumbu Dengan Perawannya Clungup

College kills me for sure. Saya jadi tidak punya waktu menyempatkan diri untuk sekedar menulis di blog tapi syukurlah liburan satu bulan ini seakan-akan menggoda saya untuk melangkahkan kaki kembali kepada alam dan memberikan inspirasi untuk sekedar mendansakan jemari di atas tuts keyboard hehe.

Setelah merasakan pemaksaan dan teror dari saya yang sporadis, touring-mate saya, Bayu dan kakaknya, pun menyiapkan diri untuk pergi ke pantai pada suatu hari. Tetapi lucunya kami bertiga sama sekali belum tahu kemana destinasi kami keesokan harinya, hingga pada detik terakhir tiba-tiba muncul suatu foto indah di akun Instagram saya bertuliskan:

Pantai Clungup, Sumbermanjing Wetan, Malang Selatan.

Tanpa banyak omong perjalanan pun dimulai. Berangkat pukul 12 siang, kami bersyukur langit tak mendung sepetak pun. Lokasi pantai ini dekat dengan Sendangbiru dan Goa Cina (dimana keduanya sudah terkenal, well, boring), tetapi pantai ini masih sangat sedikit yang tahu keberadaannya. Kenapa?







Sesudah melewati dua kali curamnya pegunungan kapur pantai selatan, kami pun tiba di percabangan tiga antara Sendangbiru, Goa Cina, dan Tempat Pelelangan Ikan. Dari informasi penduduk, kami harus mengambil arah ke Tempat Pelelangan Ikan. Jalanannya masih mulus, tapi AWAS! Tidak ada Pom Bensin setelah masuk Sumbermanjing, jadi siapkan bensinmu! Lalu setelah kami mengambil jalan dari pertigaan, masuk sedikit saya beruntung tidak melewatkan papan petunjuknya! Papan ini terletak di kanan jalan sebelum bank BRI di kiri jalan, tulisannya cukup kecil namun ditulis di atas papan warna biru.

Papan menunjukkan jalan menuju sebuah perkampungan. Benarkah? Kami pun melanjutkan perjalanan sambil tiada henti-hentinya mengucapkan ‘Permisi’ dan ‘Mau tanya, Pantai Clungup dimana ya?’. Setelah melewati perkampungan, kami diarahkan ke sebuah jalur off-road yang pasti becek kala hujan. Jalur tersebut melewati perkebunan pisang, sehingga rasanya semakin tidak percaya kalau kami sedang mengarah ke pantai.


Siapa yang akan menyangka ada permata tersembunyi di balik padang rumput dan gunung kapur menjulang?
Tapi mereka benar! Sesudah kami bertiga melewati rimbunnya dedaunan pohon pisang, tiba-tiba langit terbuka lebar dan membentanglah di depan kami sebuah muara yang penuh dengan pepohonan bakau. Dikelilingi perbukitan kapur, alam seakan-akan menyambut kami dengan ucapan selamat! Kami pun berhenti di pos penjagaan dan membayar enam ribu rupiah per orang untuk biaya pembelian bibit bakau sebagai salah satu kontribusi bhakti alam. Motor-motor kami letakkan karena kebetulan air sedang pasang sehingga rawa tidak dapat dilewati kendaraan.

Pertanda alam yang menyenangkan
Menyusuri pegunungan kapur dengan berjalan kaki
Kami berjalan kaki melewati perbukitan. Pantai masih belum terlihat, tetapi di sisi kiri kami terbentang muara dengan hiasan bakau di dalamnya. Setelah beberapa saat kami berjalan, tibalah kami di kubangan muara yang cukup besar dengan air yang cukup tinggi melebihi mata kaki. Genangan tersebut membasahi jalan dan seakan memutus jalur yang kami lalui. Awalnya saya ragu untuk menyeberangi genangan tersebut, tetapi Bayu tetap melanjutkan perjalanan dengan tidak beralas kaki dan berteriak, “Dangkal kok! Tidak berlumpur!”



Benar saja, apa yang saya injak di tanah adalah lapisan solid seperti pasir pantai malah. Kami meneruskan perjalanan dan beristirahat sejenak di delta yang terbentuk di tengah-tengah, hingga akhirnya beberapa saat dari situ kami melihat sebuah gazebo dan berlari sehingga berteriak, “PANTAI!”


Pantai inilah yang disebut Pantai Clungup. Tersembunyi di balik bebatuan dan teluk, airnya benar-benar tenang dan nyaman untuk berenang. Tidak ada siapapun di pantai itu kecuali kami, sehingga kami bisa dengan tenang berteriak, berenang, hingga berguling-guling di pantai. Serasa pantai pribadi!

Ribuan kepiting muda berserakan kabur dari titan alias kami



Ngadem dulu setelah off-road

Setelah puas bermain-main di Clungup (nggak puas-puas banget, tapi berhubung makin sore) kami pun melanjutkan perjalanan melintasi bukit dan pepohonan pisang (lagi) untuk menuju pantai selanjutnya, Gatra.

Ombaknya cukup besar
Di pantai ini ombaknya cukup besar jadi kewaspadaan sangat diutamakan. Ini juga merupakan lokasi camping, jadi kemarin ketemu beberapa orang yang berkemah di situ. Oh ya, yang menurut saya lucu adalah butiran pasirnya yang bulat sempurna seperti merica. It's not a big deal sih tapi menurut saya ini keunikan tersendiri dan bisa menjadi gimmick.

Teduhnya pepohonan menjadi tempat terbaik meletakkan barang bawaan
Lagi syuting mungkin


Sungguh sebuah pantai yang damai dan cocok untuk meditasi (Yep, saya melakukannya!) karena gemuruh ombak akan mengikat semua entitas kesadaran dan membersihkannya dari segala insekuritas. Udaranya sangat segar sehingga cocok bagi siapapun yang ingin melarikan diri dari kesibukan perkotaan (dan kuliah).

Info:
Akses: melalui arah ke Sendangbiru, Goa Cina, Bajul Mati. Lalu di pertigaan SendangBiru dan Goa Cina ambil ke arah Goa Cina, lalu ke arah TPI. Selalu perhatikan rambu di kanan jalan yang mengarah ke Clungup. Tidak ada pom bensin ketika memasuki Sumbermanjing Wetan kecuali eceran.
Oh ya, sebenarnya dengan 75ribu, Anda bisa mendapat fasilitas tour guide sehingga bisa menjangkau ke 4 pantai lainnya. Juga bisa snorkeling dengan 15ribu saja. Untuk berkemah membayar sewa pantai (antara 25ribu sampai 50ribu, saya lupa) dan sebaiknya membawa tenda sendiri. Juga menyewakan jasa tenda.
Matahari (mulai) tenggelam yang membahana di barat daya negeriku

 Cheers dan salam laut!

2 komentar:

  1. Sepertinya keren sekaki pantainya, dan dari foto2 yg bagus itu sepertinya pantainya menjanjikan. Tapi jauhnya itu impossible buat mio tua saya. Mungkin setelah ganti motor baru saya bisa kesana. (dan anda pasti tau siapa saya)

    BalasHapus

Terima kasih telah berkunjung. Sila untuk bertandang kembali bilamana saya membalas :)