i.
"Kau tidak tidur?"
Tanyanya
Sembari mengusap kacamata dan menguap
Aku menggeleng
"Tidak"
Ujarku
Ia menoleh kepadaku yang sudah mulai memejamkan mata
"Mengapa?"
Aku berusaha membuka mata, tetapi rasa kantuk semakin kuat
"Karena malam masih terlalu dini,
Dan kau
Juga belum tertidur."
Aku menoleh ke arahnya
Ia menatapku tak percaya
Sambil tersenyum
Dan mengalihkan pembicaraan
Malam terlalu dini
Bintang hanya bisa dihitung jari
Namun di bawah kepungan sinar rembulan
Kami berdua sadar
Bahwa kami tak harus tidur sendiri kali ini.
ii.
Tik tik tik.
Wanita itu mulai gelisah
Menatap jam dinding yang berlari pelan
Dan hanya disambut keringat dingin di dahinya
Tik tik tik.
"Aku sudah muak!"
Wanita itu membuang tumpukan kertas di depannya dan berlari pergi ke arah persimpangan jalan
Rekan kerjanya memandangnya khawatir
Apakah wanita ini dilanda rindu atau depresi
Usai dua kilometer berlari
Sembari menjadi pusat perhatian di tengah hari
Kekasihnya tiba hari ini
Dan menjanjikan suatu janji yang selalu dinanti
Pesawat pun mendarat
Kerumunan keluarga mulai mengitari pintu kedatangan
Sekejap wanita itu segera memeluk sosok pria berbadan besar
dengan janggut yang sudah lama tidak dicukur
"Kau sudah menantiku?"
Wanita itu mengangguk
"Aku bahkan kabur dari pekerjaanku"
Mereka tertawa
Sepasang kekasih itu berjalan berdampingan menuju jalanan
Musim gugur yang mulai dingin
Dan genggaman erat yang hangat
Mereka memesan satu taksi
Yang berhenti tepat di depan satu menit kemudian
Pria itu melontarkan gurauan yang membuat wanita itu tertawa
Tentang sebuah malam dingin dan ia merindukan wanita itu seolah hadir di sampingnya
Pengemudi mulai menanyakan alamat
Wanita itu menatap pengemudi itu melalui cermin mobil
Dan wanita itu hanya menjawab
"Kita pernah bertemu?"
Pria berkacamata itu hanya menggeleng
"Sepertinya tidak."
Mobil terus melaju
"Tidak,"
Ujarnya
"Tidak pernah."
iii.
Malam masih terlalu dini
Tetapi tangisan itu benar adanya
Dan darah itu hangat
Namun juga membara
Pria itu kawanku
Ia terluka
Aku membawanya lari ke markas
Paramedis mulai menggeleng
Kami semua tahu ajal takkan pernah lepas dari bayang kami
"Bisakah kau mendengarku"
Ujarnya
Suaranya parau
Malaikat seolah mencabut nyawanya
Di tengah
Dan membiarkannya bicara
Agar ia tak mempunyai sesal yang tertinggal
Aku mengangguk
Aku tak pernah mengenalnya
Secara emosional
Hanya sesama angkatan bertugas
Dan tanggung jawab untuk saling melindungi
Karena aku pun membenci pekerjaan ini
Ia terbatuk
Darah
Dan panas
Aku hanya terdiam
"Maukah kau mendekat?"
Yang kudengar hanya separuhnya
Namun aku tetap mendekat
Sembari berharap ia tidak memakanku hidup hidup
"Aku bermimpi"
Oh, jangan kisah cinta
"Tentang gadis yang kucintai"
Jangan
"Namun ia mencintai orang lain"
Jangan suruh aku membunuh kekasih wanita itu
"Dan aku lega"
Ya, ya lanjutkan
"Karena aku selalu ingin"
Ingin apa
Segera katakan
"Bercakap dengannya sekali lagi di tengah malam
Agar aku tahu
Bahwa..."
Ia berhenti bernafas
Dan kamrad mengusungnya
Bersiap agar para jenazah segera dikebumikan dalam waktu secepatnya
Esoknya aku sudah lupa ceritanya.
iv.
"When you jump, I jump."
Kau bilang
Dengan tindik di hidung kiri
Dan juga paras lemah akibat tangis yang tiada henti
Angin mengangkat rambutmu tinggi
Dan kacamatamu sudah terjatuh
Ke dalam air dingin
Dua puluh dua meter di bawah
"Who will count first?"
Tanyaku
Berusaha tegar
Dan berharap
Sirine ambulans menyembunyikan kegetiranku
Dua remaja akhir
Yang saling mencinta
Hingga maut memisahkan
Secara denotatif
San Fransisco masih terang saat itu
"My mother would not be glad to see me later"
Kau tertawa
Masih ragu untuk melompat
Setelah dua tahun mengkonsumsi ganja
Kau masih tampan
Meskipun iblis bernama depresi mencuri keceriaanmu
"Nobody would"
Jawabku
Polisi mulai membujuk untuk turun
Kulihan kerumunan
Sesekali menangkap wajah yang familiar
Tetapi aku memalingkan wajah
Laki-laki itu memegang tanganku
Untuk kesekian kalinya dalam lima tahun
"I love you"
Ia berkata lirih
Dan mempertemukan bibirnya denganku
Kami melompat
Atau tepatnya
Aku melompat
Sambil kudengar lirih
Umpatannya tentang kepengecutanku
Dengan narkoba
Atau ketika aku membanting kepalaku ke dinding
Karena aku tak tahan dengan obat anti-depresan
Dan ia menyebut sebuah nama yang feminim
Kulihat semuanya kabur
Cepat
Dan karang membentur kepalaku.
v.
Aku terbangun
di tengah kedai kopi
Sebuah mimpi
Tiga atau empat kali berturut-turut
Aku tak mampu
Membedakan
Mana kenyataan
Dan mana
Yang fantasi
Aku mengendarai mobil untuk pulang
Berharap agar tidak seorang melihatku
Agar mereka tidak menangkapku
Atau menghentikanku
Atau setidaknya itu harapanku
Sebelum truk menghantam kap mesin
Dan aku tergeletak
Di antara pintu dan jok yang berlawanan
Sembari berkontemplasi
Apakah memang skizofrenia benar adanya
Hanya karena aku melihat truk itu
Sebagai tunanganku
Yang sudah lama tiada
Dan aku melaju kencang untuk mengejarnya
Kuharap aku minum obat untuk terakhir kalinya.
vi.
Kau masih di sana
Tersenyum
Dan memainkan ikal rambutku
Melepas kacamatamu
"Apakah aku bermimpi,"
tanyaku
"Karena aku
Mulai
Mengantuk"
Pria itu tidak menjawab
Bulan sudah mulai dewasa
Dan ufuk sudah mulai merekah
Aku tak peduli
Dan mulai mendekatkan diriku
Ke dalam pelukanmu
Sambil sayup kudengar sebuah bisikan lembut
Dari bibirmu
Dari ragamu
"Selamat datang."
vii.
Maybe in this world, I don't have to see you leaving me again.
About Me

Marine.
Penulis paruh waktu.
Pecinta gerimis pagi hari serta penggemar teh dan air putih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih telah berkunjung. Sila untuk bertandang kembali bilamana saya membalas :)